Senin, 03 Maret 2014

Pendahuluan Hukum Acara Pidana

Hukum Acara Pidana

Sebelum menelisik apa itu pengertian hokum acara pidana, perlu diketahui dalam suatu Hukum Pidana terdapat bagian, yaitu :


  1. Formil : Formil disini mengandung maksut bahwasanya hokum pidana itu berisi aturan aturan yang meliputi ancaman sanksi dan denda dan hal hal yang dilarang tidak boleh dilakukan.
  2. Materiil : Materiil disini mengandung maksut bahwa hokum pidana berisi tata cara dan pelaksanaanya. Lebih cenderung ke prakteknya.



Setelah mengetahui formil dan materiil suatu hokum pidana, terdapat satu perbedaan yang menonjol antara hokum pidana dengan hokum perdata. Perbedaanya dapat kita lihat dari kepentingan yang diatur. 
Jika hokum pidana mengatur kepentingan Umum / Subyek hokum umum sementara hokum perdata mengatur kepentingan Privat / subyek hokum tertentu.

Jadi, hokum acara pidana adalah suatu hokum yang mengatur prosedur dan pelaksanaan penegakan materiil suatu hokum pidana.



Perbedaan Hukum Acara Pidana dengan Hukum Acara Perdata dapat kita lihat dari beberapa aspek berikut :


  1. Dari Segi Kebenaranya:

Hukum acara pidana mengungkap kebenaran yang selengkap lengkapnya. Maksut selengkap lengkapnya disini adalah kebenaran tersebut diperoleh melalui pembuktian di depan persidangan dengan cara si hakim mengkaitkan alat bukti satu dengan alat bukti yang lain untuk mencari kesalahan terdakwa.

Hukum acara perdata mengungkap kebenaran yang didasarkan pernyataan salah satu pihak di depan persingan yang tidak ada penyangkalan kebenaran oleh pihak lain.


  1. Dari Pihak Pihak Dalam Persidangan:

Hukum acara pidana, penuntut umum dan terdakwa saling berhadapan. Melalui surat dakwaan tersebut penuntut umum mendakwa terdakwa telah melakukan suatu tindak pidana. Penuntut umum = Jaksa

Hukum acara perdata, dalam hal ini terdapat kesalahan teknis dikarenakan saya selaku penulis lupa mencatat disaat pak dosen menerangkan.


  1. Dari Segi Kelanjutan Perkara

Hukum acara pidana, perkara harus diperiksa hingga ada putusan hakim karena dalam hal ini merupakan hukum publik.

Hukum acara perdata, perkara dapat dihentikan setiap saat.


  1. Dari segi Pelaksana Putusan Hakim

Hukum acara pidana, yang melaksanakan putusan hakim adalah jaksa. Disini jaksa fungsinya mengatur.

Hukum acara perdata, yang melaksanakan putusan hakim adalah ketua Pengadilan Negeri setempat yang mengurusi perkara.



  1. Dari Segi Sikap Hakim

Hukum acara pidana, hakim bersifat adil dan seadil adilnya untuk menyelesaikan perkara dan mengakan kebenaran serta keadilan.

Hukum acara perdata, hakim bersifat pasif. Maksutnya adalah para pihak yang harus membuktikan kebenaranya.


  1. Dari Segi Tingkat Pemeriksaan

Hukum acara pidana, pertama tama dilakukan pemeriksaan pendahuluan yang meliputi penyidikan dan penyelidikan, kemudian barulah pemeriksaan di depan pengadilan.

Hukum acara perdata, hanya ada satu tingkatan yaiut langsung di depan pengadilan.


  1. Dari Segi Beban Pembuktian:

Hukum acara pidana, beban pembuktian berada pada jaksa selaku penuntut umum.

Hukum acara perdata, beban pembuktian berada pada pihak yang menggugat.



Asas Asas Hukum Acara Pidana


Asas = Dasar. Jadi asas hukum acara pidana yang dimaksut adalah dasar pembentukan norma hukum dalam hukum acara pidana. Dasar hukumnya Undang Undang No 08 Th 1981.

Berikut ini adalah asas asas dalam hukum acara pidana :


  1. Asas Legalitas : Dalam hukum pidana, Undang undang harus ada terlebih dahulu dari perbuatan pidana (pasal 1 ayat 1). Sedangkan dalam hukum acara pidana, apabila terdapat bukti yang cukup maka penuntut umum harus melimpahkan perkara kepada Pengadilan Negeri yang berwenang.
  2. Asas Oportunitas : Apabila terdapat bukti yang cukup maka dapat melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri sedangkan jika tanpa bukti yang cukup tidak dapat dilimpahkan atau dengan kata lain dihentikan.
  3. Asas Praduga Tidak Bersalah : Seseorang wajib dinyatakan tidak berslah sebelum adanya putusan hakim yang mempunyai hukum tetap. Jikalau terdapat banding, maka belum dinyatakan bersalah (Pasal 183)
  4. Asas Peradilan Terbuka : Pelaksana pemeriksaan perkara di depan sidang terbuka untuk umum. Pengcualianya adalah perkara kesusilaan dan terdakwa dibawah umur maka dilakukan secara tertutup.
  5. Asas Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan : Sederhana maksutnya ialah tidak berbelit belit. Cepat, tidak memakan waktu yang lama. Segera, perkara segera diperiksa, penangkapan 1x24jam, dan perkara juga bisa diteruskan. Ringan, baiaya murah dan terjangkau.
  6. Asas Diferensiasi Fungsional : Pembagian kewenangan antara penegak hukum secara tegas. Misalnya, Polisi hanya melakukan penyelidikan dan penyidikan, Jaksa hanya melakukan penuntutan perkara, Pengadilan hanya melakukan pemeriksaan perkara.
  7. Asas koordinasi : Maksutnya adalah, meskipun ada pembagian kewenangan secara tegas, tapi masih diperlukan kerjasama antar masing masing instansi penegak hukum. Contonhnya koordinasi antara polisi dan jaksa.
  8. Asas Penggabungan Perkara dan Tuntutan Ganti Rugi : Apabila suatu perkara pidana yang diperiksa oleh hakim menimbulkan kerugian bagi korban secara materi, maka pada saat perkara diperiksa sekaligus korban dapat mengajukan tuntutan ganti rugi.
  9. Asas Perlindungan Ham dalam Tingkat Perkara : Hal ini dalam KUHAP dibuktikan dengan bermacam hak yang dimiliki terdakwa, seperti hak untuk mendapatkan bantuan kuasa hukum dll.

Sejarah Hukum Acara Pidana


Sejarah hukum acara pidana tidak bisa dilepaskan dari masalah penajajahan belanda, pada jaman belanda penduduk indonesia digolongkan menjadi golongan Bumiputera, Timur Asing dan Eropa. Pembagian penduduk tersebut membawa akibat terjadinya pluralisme dalam hukum acara pidana. Adapun pluralisme tersebut adalah :


  1. Bagi golongan Eropa, berlaku ketentuan ”Reglement Opdestrafredi Noordering” yang diatur dalam ”Staatbald 1849 no 63”
  2. Bagi golongan Indonesia dan Timur Asing, yang berada di pulau jawa dan madura berlaku ketentuan ”Island Reglement” yang diatur dalam ”Staatbald 1848 no 16”. Sedangkan yang berada di luar Jawa Madura, berlaku ketentuan ”Reglement Voor De Buiten Bewesten” dalam ”Staatbald 1927 no 227"



Pada tahun 1941, Island Reglement diubah menjadi Heirzine Island Reglement (HIR) yang termuat dalam ”Staatbald tahun 1941 No 44.



Setelah Indonesia Merdeka, berlaku ketentuan pasal 2 aturan peralihan. Maka yang berlaku adalah hukum acara pidana yang diatur dalam Heirzine Island Reglement.



Pada tahun 1951, pemerintah mengeluarkan Undang Undang darurat No 1 th 1951 pada pasal 6 ditegaskan bahwa HIR dijadikan pedoman bagi hukum acara pidana sekaligus perdata di Indonesia.



Pada tahun 1964, dikeluarkan UU no 19 th 1964, yaitu Undang undang pokok kehakiman yang antara lain berisi bahwa kekuasaan presiden sangat luas mencampuri urusan peradilan. Kemudian pada tahun 1970 Undang undang tersebut digantikan dengan UU yang baru yaitu Undang Undang no 14 th 1970.



Dalam UU no 14 th 1970 pasal 14 ditegaskan bahwa akan dibentuk ketentuan hukum acara pidana tersendiri bagi Indonesia. Kemudian pada tanggal 31 desember 1981, di dalam UU no 8 th 1981 terdapat Undang undang hukum acara pidana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar